Sabtu pagi
pukul 05.30 WIB anggota SC MGEI ITSB dan non SC MGEI ITSB (mahasiswa himpunan)
telah berkumpul di kampus seraya menunggu bus dan rekan-rekan lainnya. Kami
berangkat pukul 06.00 menuju lokasi ekskursi (field trip) di Padalarang, dari
tol Cikarang Timur (KM37) menuju tol Padalarang (KM120) dan dari exit tol padalarang menuju site sekitar 15 menit (nggak macet yaw).
Gambar 1. Site Ekskursi Pertama, Stone Garden Geo Park
Ekskursi ini
dibimbing oleh pak Budi Brahmantyo, penulis buku Wisata Bumi Cekungan Bandung,
yang juga merupakan pengajar di ITB dan ITSB. Juga hadir pak Andyono Broto
Santoso, Pembina SC MGEI ITSB, Bendahara Umum MGEI, dan juga dosen di ITSB.
Gambar 2. Pak Budi Brahmantyo, Pembimbing Field Trip SC MGEI ITSB
Gambar 3. Pak Andyono Broto Santoso, Pembina SC MGEI ITSB
Site pertama
yang kita kunjungi ialah Stone Garden mulai pukul 09.30 WIB. Nama Stone Garden
sendiri diberi nama oleh pecinta alam setempat. Stone garden ini sangat indah
dan menarik sekali dari segi geo dan wisata alam.
Batuan
yang berada di Padalarang ini adalah satuan batugamping dan terletak di Formasi
Rajamandala. Batugamping yang berada di Stone Garden adalah batugamping
terumbu, yang mana dapat pula kita lihat fosil terumbu (koral-koral) di Stone
Garden ini. Jadi batugamping yang berada di Padalarang ini tentunya dulu
diendapkan dulu di laut kemudian terangkat lagi ke permukaan. Batugamping yang
terlihat jejak-jejak fosil terumbu dapat kita perkirakan berada area laut yang
tenang. Umur batuan disini ialah Oligosen hingga miosen (berada di era
Senozoikum).
Gambar 4. Pak Budi Brahmantyo menjelaskan Formasi Rajamandala
Terlihat
pula seperti lapisan horizontal pada batugamping di Stone Garden ini, padahal
batugamping ini jenisnya masif, tapi (perkiraan gua pribadi) terjadi struktur
sekunder seperti tektonik dan lainnya. Karstifikasi dengan lapisan hampir horizontal
tersebut akan menghasilkan produk karst yang sangat baik, begitu kata Pak Budi
Brahmantyo.
Gambar 5. Pak Budi Brahmantyo Sedang Menjelaskan Mengenai Stone Garden
Batuan disini
sudah mengalami pelapukan, terlihat pada batugamping yang berlubang. Jadi tanah
merah yang berada di sekitar batugamping yang berlubang tersebut merupakan
pengisi pada lubang tersebut (kalau di goa pawon itu akan menjadi stalaktit).
Gambar 6. Batugamping Memiliki Lapisan dan Kemiringan
Gambar 7. Fosil Terumbu Pada Batugamping
Sedang asyiknya mendengar ilmu dari Pak Budi Brahmantyo, hujan pun turun sangat lebat hingga kita menyudahi ekskursi di Stone Garden 11.30 WIB (yaa sudah habis juga sih sebenarnya haha). Lalu kita menuju Goa Pawon sambil istirahat shalat dan makan duluuuuu.
Gambar 8. Pak Budi Brahmantyo Menjelaskan Sedikit Mengenai Legenda Tangkuban Perahu Sebelum Menuju Goa Pawon
Sekitar pukul
13.30 setelah ishama kami melanjutkan perjalanan menuju site Goa Pawon. Bagi gua pribadi ini merupakan wisata Goa pertama
gua, norak sih maklum bodoamat.
Di goa ini
hidup kelelawar, jadi jangan heran saat kita masuk ke dalam goa tersebut akan
sangat bau dengan tailing-nya dia. Nah
kotoran kelelawar tersebut juga disebut posfat guano yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekita sebagai pupuk. Selain posfat guano, adalah pula posfat
sedimenter dimana posfat ini merupakan posfat yang dahulunya terendapkan di
laut (kimiawi).
Gambar 9. Lubang Penghubung Menuju Goa Pawon
Pak Budi
sendiri yang meneliti Goa Pawon ini bersama rekan geologinya yaitu pak Johan
Arif dan pak Eko Yulianto pada tahun 1999. Penasaran akan adanya kehidupan
manusia masa lalu di gua tersebut dilakukan dengan eksplorasi geomagnet di
dalam gua kopi (karena ada yang menanam kopi di sekitar goa tersebut). Karena ini
merupakan eksplorasi manusia purbakala dan juga bahan organik (makanan dan
lainnya), maka yang dicari saat itu ialah suseptibilitas dari geomagnet yang
paling kecil.
Gambar 10. Replika Manusia Goa Pawon
Kemudian
pak Budi bersama pak Eko dan pak Sujatmiko pada tahun 2000 kemudian menggali
daerah yang telah dilakukan geomagnet dengan izin pak RT dan yang menggalinya
ialah pak RT sendiri bersama ponaannya.
Di kedalaman
50cm, kemudian terdengar suara dentingan yang ternyata adalah batu obsidian. Diperkirakan
batu obsidian tersebut digunakan untuk runcing panah ataupun pisau sebagai alat
berburu di masa itu. Kemudian digali lagi dan ditemukan benda organik seperti
tulang-tulang, siput, dan lainnya.
Kemudian temuan
ini dilaporkan kepada yang berwajib, yaitu dilaporkan ke Badan Arkeologi. Temuan
ini dilanjutkan oleh Arkeologi untuk mencari sisa-sisa peninggalan yang
terdapat dalam goa tersebut, 20 cm ke bawah dari penggalian pak Budi Brahmantyo
bersama rekan-rekannya saat itu ditemukanlah fosil manusia purba yang
diperkirakan hidup 5600-9500 tahun yang lalu.
Kemudian turun lagi menuju ke bawah dari goa pawon tersbut, menurut saya adalah bagian terindah dari Goa ini yangmana terlihat lubang yang hampir membentuk love dan tampak background alam sekitar lahan warga.
Gambar 11. Lubang Pintu Yang Terdapat di Goa Pawon
Uniknya disini ada batuan piroklastik dan membentuk lipatan antiklin. Hanya saja kurang informasi mengenai umur batuan piroklastik tersebut, sehingga tidak mengetahui sumber batuan piroklastik tersebut berasal. Tapi kita dapat menduga bahwa gunung api yang paling dekat ialah G. Api Tangkuban Perahu. Disini juga terlihat flowtone, yangmana flowstone ialah air yang mengalir di dinding-dinding gua. Tapi ketika terlihat bukaannya, tampak seperti pelapukan mengulit bawang.
Gambar 12. Batuan Piroklastik Yang Telah Mengendap dan Membentuk Lipatan Antiklin
Gambar 13. Flowstone
Akhir kata
perpisahan dari field trip ini adalah foto bersama pembimbing pak Budi
Brahmantyo, Pembina SC MGEI ITSB, dan peserta Field Trip. Thank you pak Budi
informasinya, semoga berkah.
Gambar 14. Foto Bersama Pembimbing, Pembina, dan Anggota
Gambar 15. Wefie Ceria :)
Terima kasih telah membaca, maaf jika salah dalam penulisan, silahkan di komen.
For more information:
Line: rafieqfarazi
Instagram: rafieqfarazi
Yuk rekam
pengetahuan Anda dalam bentuk tulisan! #MariMenulis #MariBerbagi #NoPlagiat
#CantumkanSumber
No comments:
Post a Comment